Menjadi manusia efektif ternyata tidak saja menuntut
optimalisasi keunggulan semata melainkan ada kebutuhan
lain yang sebesar optimalisasi, yaitu menyingkirkan
blokade. Blokade adalah barrier
(halangan) yang menghambat potensi kita untuk dapat
berfungsi seperti yang kita
maksudkan sehingga akhirnya menjadi tidak efektif atau
banyak menelan pemborosan energi,
waktu dan konsentrasi. Ibarat sebuah talang, jika air
tidak mengalir selancar yang
seharusnya terjadi
berarti terdapat kemungkinan
tanda tanya, “there is something
technically/strategically wrong”.
Bisa jadi talang itu bocor dan membuat kucuran
air membanjiri tempat lain yang tidak diinginkan atau
aliran air terhalang oleh tumpukan benda-benda kecil.
Peristiwa
di mana orang menjalani hidup tidak efektif –
sebagaimana talang – tidak selamanya disebabkan oleh
faktor ketidamampuan (over-burden) tetapi oleh
adanya kebocoran atau kemampetan. Kalau mengutip rumusan
Paretto (20:80), blokade itulah yang membuat kita
menjalani hidup sebaliknya (80:20). Kita mengeluarkan
energi 80 % dan hanya menghasilkan 20 % dari sasaran.
Padahal mestinya 20 % kita keluarkan dan mendapatkan 80
% sasaran atau setidaknya 30:70, 40:60 atau 50:50.
Pertanyaannya, bentuk blokade apakah yang menghambat
tersebut?
Kemampuan dan
Kebiasaan
Setelah mengeluarkan pendapat tentang “The Seven
Habit – The Most Effective People” , Covey menemukan
hubungan korelatif antara kebiasaan efektif dan tingkat
aktualisasi kemampuan dasar manusia
(dalam: Seven Habit Revisited: seven unique
human endowment, Stephen Covey: 1996-1998). Di dalam
diri manusia terdapat tujuh kemampuan dasar
yang berasosiasi dengan model kebiasaan menurut
kontinum tertentu. Tujuh kemampuan dasar (endowment)
itu antara lain: 1) Kesadaran-diri (self awareness),
2) imajinasi (imagination and conscience), 3)
Kemauan (will power), 4) mentalitas berlimpah
(abundance mentality), 5) Keberanian (courage
with consideration), 6 ) Kreativitas
(creativity), 7) Pembaruan (self renewal).
Ketujuh kemampuan dasar itu digolongkan menjadi dua,
yaitu primer (1,2, 3) dan sekunder (4, 5, 6, 7).
Adapun tujuh kebiasaan manusia efektif (seperti yang
sudah dijelaskan dalam buku Covey yang telah beredar di
sini) adalah: 1) Proaktif (Proactive), 2) Berawal
dari tujuan akhir (Begin with the end), 3)
Mengutamakan yang utama (First thing first), 4)
Berpikir menang-menang (Think win-win), 5)
Memahami lebih dulu (seek first to understand),
6) sinergisitas (synergize), 7) Mengasah gergaji
(sharpen the saw).
Mari kita mulai membahas bagaimana ketujuh kemampuan
dasar (seven endowments) itu menciptakan tujuh
kebiasaan tertentu (Seven habits) berdasarkan
peringkatnya. Peringkat yang dimaksud adalah tingkat
pencapaian kualitas pengembangan diri / aktualisasi
kemampuan potensial:
1.
Kesadaran Diri -
Proaktif
Kesadaran-diri adalah kemampuan kunci untuk memahami
orang lain dan dunia ini - ‘what is happening and
how something takes the process to happen’.
Bahkan kesadaran-diri merupakan pintu untuk mengenal
di mana sebenarnya keunggulan/kelemahan diri kita.
Dengan kesadaran-diri yang tinggi maka kaki kita
mantap menginjak realitas bumi dan tidak ragu-ragu
dalam bertindak.
Kemampuan tentang kesadaran-diri apabila diaktualkan
secara optimal akan menghasilkan kebiasaan efektif
berupa proaktif: memiliki kemampuan untuk memilih
respon yang cocok atau menentukan keputusan. Dikatakan
kebiasaan efektif karena
semua persoalan tidak ada yang membingungkan
apabila ditangani oleh orang yang berkapasitas mampu
mengambil keputusan. Kualitas menjadi pengambil
keputusan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh orang
dengan kesadaran-diri setengah-setengah.
Pada level aktualisasi kemampuan yang
rendah, kebiasaan hidup yang
dihasilkan tidak efektif ( talang bocor) yaitu kebiasaan
reaktif – tidak memiliki kemampuan memilih alias
dibentuk oleh bagaimana orang lain dan keadaan
membentuknya. Di level ini semua persoalan besar/kecil
akan membuat dirinya ‘bingung’ -
terombang ambing, bahkan bisa jadi tidak tahu mana yang
besar dan mana yang kecil.
2.
Imajinasi – Tujuan akhir
Kemampuan imajinasi apabila diaktualkan secara
optimal dengan petunjuk
kesadaran dan prinsip akan menghasilkan kebiasaan
hidup yang bermuara pada tujuan akhir/kepentingan
misi. Orang yang telah melatih imajinasinya pada
level tinggi senantiasa akan membuat lilin harapan
dan visi menyala sehingga tidak mudah digoda oleh
berbagai bentuk distraksi dari luar dan dari dalam
atau tidak mudah kalut oleh kegelapan
realitas temporer. Kondisi internal yang terus
tercerahkan (enlightenment) oleh lilin
harapan dan visi inilah yang membuat dirinya
realistic (berada di atas realitas) atau
victor (pemenang) dan effective.
Sebaliknya, pada level aktualisasi kemampuan yang
rendah di mana orang membiarkan imajinasinya liar
kemana-mana tanpa kesadaran atau prinsip yang jelas akan
menghasilkan cetakan kebiasaan hidup yang tidak
berbentuk, atau menjadi korban (victim), sudah
kemana-mana tetapi tidak menemukan apa-apa
(sense of futility about goal). Imajinasi
yang liar bisa terjadi kapan pun dan di manapun yang
lazimnya kita kenal dengan aktivitas ‘ngelamun’. Secara
permukaan sulit dibedakan antara orang ngelamun dan
orang yang melatih imajinasi dengan bervisualisasi
kreatif tetapi dalam hitungan yang ke sekian kali
perbedaan itu akan sebesar kemutahiran kreasi. Bukankah
semua temuan tekhnologi berawal dari imajinasi ?
3.
Kemauan -
Mengutamakan yang Utama
Kemampuan manusia berupa kemauan apabila diaktualkan
secara optimal akan menghasilkan kebiasaan hidup
teratur - mengutamakan yang utama, dan penuh displin
dalam membuat tata letak antara prioritas utama,
kepentingan, dan urgensitas. Keteraturan dan displin
tidak dapat diraih tanpa kemauan keras untuk merebut
tanggung jawab. Orang yang tahu tata letak akan
membuat kebiasaan hidup efektif.
Pada level aktualisasi yang rendah,
kemampuan ini akan menghasilkan kebiasaan hidup berupa
mentalitas jalan-pintas, atau the simple answer,
menolak tanggung jawab hidup sehingga tidak terjadi
keteraturan. Membesar-besarkan hal yang kecil dan
mengabaikan hal yang menjadi benih-benih
peristiwa besar (kebocoran
atau kemampetan talang). Orang yang
malas tidak berarti hidupnya efektif meskipun ia menolak
bertanggung jawab karena pada dasarnya hidup ini tidak
memberi pilihan antara bertanggung
jawab atau tidak, melainkan harus bertanggung jawab.
4.
Mentalitas
Berlimpah - Berpikir Menang-menang
Kemampuan mentalitas atau kapasitas mental yang
diaktualkan secara optimal akan menghasilkan
kebiasaan berpikir menang-menang dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Mentalitas berlimpah
akan menghasilkan karakter kepribadian berprinsip.
Prinsiplah yang menjadi sumber keberlimpahan,
kemakmuran dan keamanan. Kalau dikaitkan dengan
kecerdasan EQ, tingkat kecerdasan yang tinggi akan
mampu memproduksi kebahagian di dalam sehingga
berkuranglah tingkat
dependensinya terhadap sumber
kebahagian dari luar .
Semakin kuat orang memegang
‘principle-centered’ (berpusat pada prinsip
hidup), semakin mudah orang tersebut mengalirkan
rasa cinta/penghargaan kepada orang lain - to
share recognition. Oleh karena itu
dikatakan, mentalitas berlimpah akan
menghasilkan profit dan power.
Sebaliknya pada level aktualisasi
yang rendah akan menghasilkan kebiasaan hidup talang
bocor berupa mentalitas kerdil (scarcity) di mana
orang merasa kurang dengan dirinya. Rasa bahagia, rasa
aman, dan rasa makmur tidak mampu diciptakan oleh
dirinya melainkan merasa harus bergantung kepada orang
lain sehingga tidak mudah memberi maaf atas kesalahan
apapun yang dilakukan oleh mereka. Suami/istri yang
bermentalitas kerdil akan mudah bentrok walaupun
pemicunya berupa sendok makan yang jatuh padahal (mestinya)
cukup diselesaikan dengan memaafkan sedikit. Karena
tidak mampu memaafkan akhirnya
membuat kebocoran tidak hanya menetes melainkan mengalir
deras, dan akhirnya banjirlah rumah
tangga.
5.
Keberanian -
Memahami Lebih Dahulu
Kemampuan keberanian apabila diaktualkan secara
optimal akan menghasilkan kebiasaan efektif berupa
memahami lebih dulu baru akan
dipahami. Memahami lebih dulu
membutuhkan keberanian dengan pertimbangan.
Dikatakan efektif karena memahami lebih dulu akan
(biasanya) membuat kita dipahami lebih dulu.
Memahami lebih dulu adalah membuka talang yang macet
atau kalau dipinjamkan dari istilah lain, memahami
lebih dulu adalah kebiasaan empati, bukan simpati.
Sebaliknya keberanian yang tidak diaktualkan secara
optimal akan menghasilkan kebiasaan hidup tidak efektif
berupa keinginan untuk dipahami lebih dulu baru akan
memahami. Jika dikembalikan ke kehidupan kita, akar dari
sebab persoalan besar adalah dasar berkomunikasi yang
ingin dipahami lebih dulu. Semua orang memang secara
alami ingin dipahami lebih dulu.
6.
Kreativitas -
Sinergisitas
Kemampuan kreativitas apabila diaktualkan secara
optimal akan menghasilkan kebiasaan hidup efektif
berupa terciptanya keunggulan sinergis dari
perbedaan atau persamaan. Keunggulan sinergis adalah
manifestasi kesadaran misi dan tidak dapat diraih
dengan pendewaan posisi. Salah satu karakteristik
keunggulan sinergis adalah terciptanya saluran
komunikasi di antara respectful minds yang
berinteraksi untuk menemukan kompromi dan
kerjasama. Kenyataan seringkali mengajarkan
bahwa pada akhirnya, kerjsa sama yang diolah dengan
kreativitas akan menang melebihi ‘confrontation’.
Sebaliknya kemampuan kreativitas yang tidak diaktualkan
secara optimal akan menghasilkan kebiasaan hidup tidak
efektif berupa kebuntuan alternatif dan kemacetan aliran
transformasi. Satu-satunya jalan yang ditempuh adalah
membuat ‘defensive communication’ dibarengi
dengan pendewaan posisi antara saya dan anda, kami dan
mereka. Posisi yang didewakan akan membuat aliran
kepentingan misi bisa macet dan akhirnya terbuang ke
tempat yang tidak diinginkan.
7.
Pembaharuan -
Mengasah Gergaji
Kebiasaan mengasah gergaji dihasilkan dari kemampuan
pembaruan-diri yang diaktualkan
secara optimal. Dikatakan kebiasaan efektif karena
dengan terus mengasah gergaji (baca: pengembangan
diri) dapat mengurangi kemungkinan yang menyebabkan
kegagalan atau kelambanan menyelesaikan masalah
akibat perubahan keadaan. Seperti dikatan, siksaan
paling berat yang kita rasakan adalah
ketidaktahuan (kebodohan).
Pembaharuan adalah inovasi, improvisasi,
pembelajaran, atau merenovasi talang.
Sebaliknya, kemampuan pembaruan yang tidak diaktualkan
secara optimal akan membuat kita terperosok dalam sistem
hidup yang tertutup, gaya hidup yang gelap, dan buntu.
Tak pelak lagi sistem dan gaya hidup demikian hanya akan
mewariksakn ketertinggalan dari kemajuan zaman,
mentalitas kerdil dan kebodohan akan perkembangan
informasi.
Uraian singkat di atas mudah-mudahan
dapat mendorong kita untuk mengecek kondisi talang di
atas "rumah diri kita" secara langsung
agar dapat membuat kesimpulan yang paling
mendekati obyektif; apakah talang
yang tidak dapat mengalirkan air sebagaimana mestinya
itu disebabkan oleh kerusakan fatal
atau hanya kemampetan. Bila yang terjadi hanya mampet,
pengalaman menunjukkan sangat amat jarang kemampetan
talang diakibatkan oleh benda besar dalam peristiwa
sesaat, misalnya pohon yang roboh atau lainnya. Sebab
kalau benda besar yang menghalangi langsung kita
singkirkan. Lebih sering talang yang
mampet disebabkan oleh serpihan kayu, lumpur, lumut yang
awalnya kita anggap tidak membahayakan. Dan begitu hujan
turun, maka …. Bem! Semoga bermanfaatOleh Ubaydillah, AN
0 komentar:
Posting Komentar